Laman

Senin, 27 Mei 2013

TROMBOEMBOLI


TROMBOEMBOLI
A.   PENGERTIAN
Tromboemboli adalah sumbatan pembuluh darah ibu akibat jendalan darah atau air ketuban.

B.   Klasifikasi
Tromboemboli dalam masa nifas mencakup :
1.    Trombosis Vena Superfisial (TVS)
Lebih sering diderita oleh wanita dengan varises vena dan angka kejadian tidak dipengaruhi oleh intervensi obstetrik.
2.    Trombosis Vena Dalam (TVD)
Trombosis Vena Dalam sangat dipengaruhi oleh intervensi obstetrik, sebagai contoh tindakannya meningkat setelah tindakan bedah caesar. Penderita  Trombosis Vena Dalam yang tidak tertangani dengan baik akan mengalami embolisasi trombus pada pembuluh darah paru (EP) yang dapat berakibat fatal.
3.    Emboli paru (EP)

C.   PATOGENESIS
Sejak tahun 1848, Virchow telah menyebutkan bahwa terjadinya trombosis selalu melibatkan 3 faktor yang saling berhubungan seiring dengan perubahan-perubahan fisiologik pada kehamilan yaitu :
1.    Perubahan Koagulasi selama kehamilan
Pada kehamilan terjadi hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan karena perubahan kadar faktor-faktor  pembekuan. Faktor I, II, VII, VIII, IX dan X kadarnya meningkat setelah trimester pertama yang diikuti peningkatan kadar faktor V, VII dan X pada saat persalinan. Faktor VIII kadarnya justru menurun. Kadar fibrinopeptida A dan monomer-monomer fibrin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya terjadi aktivasi sistem pembekuan selama kehamilan. Plasenta dan cairan amnion merupakan sumber dari tromboplastin jaringan (faktor III). Pengeluaran semua material ini dalam persalinan, akan merangsang jalur ekstrinsik pembekuan darah.
2.    Statis Vena
Selama kehamilan sangat mungkin terjadi statis aliran darah vena. Hal ini disebabkan oleh karena : terjadi penurunan secara bertahap aliran darah vena dari kaki ke paha, obstruksi yang bermakna dari vena cava akibat penekanan oleh uterus yang membesar terutama mulai pertengahan kehamilan, turunnya tonus vena pada anggota gerak bawah yang dimulai sejak awal kehamilan, dilatasi vena panggul dan kemungkinan terjadinya disfungsi daun katup vena. Kesemuanya mempunyai potensial untuk meningkatkan resiko terjadinya penggumpalan trombosit (platelet clumping) dan pembekuan fibrin. Jika trombus telah terbentuk maka akan terjadi statis aliran darah yang progresif dengan akibat trombus yang makin luas. Keadaan ini dapat diperberat  dengan tirah baring yang lama ( prolonged bed rest ) dan proses persalinan dengan tindakan.
3.    Trauma endotellium vaskuler
Endotellium vaskuler merupakan barier fisiologis terhadap trombosis diantaranya menghasilkan prostasiklin yang berfungsi mencegah terjadinya agregasi dan aktivasi trombosit. Pada kehamilan, dapat terjadi perubahan serat elastik tunika media dan kerusakan tunika intima akibat tingginya kadar estrogen. Demikian juga tindakan pembedahan dapat menyebabkan trauma/kerusakan secara langsung pada sel endotel sehingga merangsang produksi fibrin fibrin dan agregasi trombosit. Akibat pembedahan, lebih lanjut dapat terjadi inokulasi bakteri sehingga trauma endotel menjadi lebih berat dengan segala konsekuensinya.
4.    Kerusakan endotel pembuluh darah

D.   FAKTOR RESIKO
Faktor resiko umum terjadinya Tromboemboli adalah :
Ø  Trombofilia Herediter ( Mutasi faktor V Leiden, defisiensi AT-III, defiensi protein C, defiensi protein S, hiperhomosistein dan mutasi gen protombin ).
Ø  Riwayat Tromboemboli sebelumnya
Ø  Penggunaan katub jantung artifisial
Ø  Fibrilasi atrial
Ø  Sindroma Antifosfolipid
Secara khusus faktor resiko dalam kehamilan dan masa kehamilan yang meningkatkan kecenderungan Tromboemboli adalah :
·         Bedah Caesar
·         Persalinan pervaginam dengan tindakan
·         Usia ibu yang risiko tinggi saat hamil dan bersalin
·         Supresi laktasi dengan menggunakan preparat estrogen
·         Sickle Cell Disease
·         Riwayat tromboflebitis sebelumnya
·         Penyakit jantung
·         Immobilisasi yang lama
·         Obesitas
·         Infeksi maternal dan insufisiensi vena kronik

Faktor resiko terjadinya Tromboemboli dalam kehamilan dan masa nifas menurut Biswas & Perloff (1994), yaitu :
·         Merokok
·         Preeklamsia
·         Persalinan lama (prolonge labor)
·         Anemia
·         Perdarahan
E.   DIAGNOSIS
TANDA & GEJALA Trombosis Vena Superfisial (TVS) :
ú  Umumnya hanya terbatas pada vena superfisial dari sistem safena.
ú  Secara klinis daerah yang terlibat akan terlihat : kemerahan (eritema), pada palpasi terasa hangat atau panas, teraba vena superfisial seperti tali yang keras.
ú  Kelainan yang sering terjadi pada penderita dengan varises vena superfisial sebelumnya, yaitu : obesitas, immobilisasi yang lama dan katerisasi intravena.

TANDA & GEJALA Trombosis Vena Dalam (TVD) :
ú  Sangat tergantung dari tempat dan besar trombus, status sirkulasi vena kolateral, derajat respons, dan inflamasi.
ú  Hampir 80% mengenai tungkai kiri karena kompresi vena iliaka sinistra saat bersilangan dengan arteri illiaka dekstra dan kecepatan aliran darah terutama pada tungkai kiri yang jauh berkurang jika wanita hamil berbaring terlentang.

TANDA & GEJALA  EMBOLI PARU (EP) :
ú  Sering didahului oleh adanya Tromboemboli pada ekstrimitas inferior dan pada beberapa lainnya Tromboemboli pada vena dalam pelvis yang asimtomatik) diketahui.
ú  Tanda dan Gejala Umum adalah dispnea, nyeri dada, batuk, sinkop dan hemoptisis.

F.    MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klasik Tromboemboli pada masa nifas (puerperal thrombophlebitis) yang disebut dengan Phlegmasia alba dolens atau Milk Leg, yaitu berupa :
ú  Edema tungkai dan paha disertai rasa nyeri yang hebat
Nyeri pada otot betis baik spontan atau akibat regangan tendon achilles (Homan’s sign) tidak mempunyai arti klinis yang bermakna karena tanda yang sama seringkali ditemukan pada awal masa nifas akibat tekanan oleh penyangga betis meja obstetrik saat persalinan.
ú  Sianosis lokal
Demam yang terjadi  karena terlibatnya vena dari kaki sampai regio illeofemoral

G.   PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Obyektif yang dapat dilakukan meliputi :
1.    Invasif
ú  Venografi
Sampai saat ini merupakan ”gold standart“ untuk diagnosis TVD namun karena dapat menyebabkan nyeri dan bahaya absorbsi radiasi pengion oleh janin, maka pemeriksaan ini dilakukan pada masa kehamilan.
ú  Angiografi Paru
Pemeriksaan ini merupakan ”gold standart” untuk diagnosis Emboli Paru (EP), tetapi karena pemeriksaan ini invasif dan mahal maka hanya dilakukan jika pemeriksaan lain meragukan.
ú  Ventilation Perfussion Scanning (VIQ Scan)
VIQ Scan merupakan pemeriksaan awal yang harus dilakukan pada kecurigaan Emboli Paru. Hasil pemeriksaan yang normal memastikan  Emboli paru tidak terjadi dan hasil yang high probalbility (sekurang-kurangnya terdapat defek perfusi pada satu segmen tetapi ventilasi normal) memastikan diagnostik Emboli paru.
2.    Non Invasif
ú  Compresion Ultrasound (CUS)
American College of Obstetrician and Gynecologists (2000) menetapkan CUS sebagai salah satu cara pemeriksaan terpilih (procedure of choice) untuk diagnosa TVD paroksimal.
CUS dilakukan dengan menekankan transedur USG secara kuat (firm compression) untuk melihat adanya defect.
ú  Impedance Phletysmography (IPG)
Dengan cara mengembangkan manset udara yang ditempatkan disekeliling paha unutk mengukur impedance flow. IPG mempunyai sensitifitas sebesar 83% dan spesifitas 92%.
ú  Magnetic Resmance Venography (MRV)
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan batas-batas anatomis secara detail dan dapat menentukan ada tidaknya aliran darah pelvis. MRV mempunyai sensitifitas 100% dan spesifitas 90% terhadap TVD yang telah lebih khusus lagi MRV dapat menentukan faktor non trombosis sebagai penyebab gejala dan tanda yang mirip dengan tromboemboli. MRV sangat potensial untuk digunakan sebagai sarana diagnostik tromboemboli dalam kehamilan karena disamping sensitif juga tidak berhubungan dengan paparan radiasi. Kelemahan pemeriksaan ini adalah fasilitasnya yang masih terbatas dan mahalnya biaya pemeriksaan.

H.   TERAPI
a.    Trombosis Vena Superfisial (TVS)
ú  Pentalaksanaan untuk nyeri (analgesik)
ú  Thermal blanket
ú  Elevasi anggota gerak bawah untuk memperbaiki sirkulasi
ú  Pemberian anti inflamasi
ú  Anjukan mobilisasi secar bertahap setelah tirah baring selama 5-7 hari
ú  Anjurkan menggunakan elastic stocking
ú  Anjurkan tidak berdiri dalam waktu yang lama guna mencegah terjadinya infeksi berulang yang sering terjadi pada masa yang lama kehamilan dan segera setelah persalinan.
b.    Trombosis Vena Dalam (TVD) dan Emboli Paru (EP)
ú  Tujuan utama terapi untuk mencegah perluasan trombus, Emboli Paru dan Postphlebitic syndrome.
ú  Pertimbangkan keamanan obat bagi ibu dan janin, efektifitas dan terapi untuk keadaan akut atau tidak serta waktu kapan diberikan (dalam masa kehamilan, persalinan atau masa nifas)
ú  Obat yang digunakan dalam terapi Trombosis Vena Dalam (TVD) dalam kehamilan dan masa nifas :
1.    Heparin
Heparin merupakan obat terpilih (drug of choice) untuk terapi awal trombosis vena akut dalam kehamilan. Obat ini merupakan anionic mucopolysaccharide dengan berat molekul 3.000 - 30.000. Dikarenakan ukuran molekulnya, heparin tidak masuk ke dalam plasenta dan sirkulasi janin atau air susu ibu. Tempat metabolisme utama adalah di hepar dan sistem retikuloendotel serta diekskresikan lewat urine. Fungsinya sebagai antitrombosis akan efektif bila berikatan dengan co - faktor antitrombin III. Waktu paruh heparin rata-rata 90 menit (dengan rentang 30 menit - 2,5 jam) setelah diberikan secara intravena.
Mekanisme heparin dalam pencegahan pembekuan darah adalah heparin menghambat perubahan protombin menjadi trombin, yang selanjutnya mencegah perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Heparin tidak mengganggu komponen – komponen darah secara signifikan, hanya heparin memperpanjang waktu pembekuan, bukan waktu perdarahan.
Efek samping heparin bagi ibu yaitu berupa perdarahan, osteoporosis jika penggunaan dalam jangka panjang , trombositopeni , nyeri di tempat injeksi, hemoragi termasuk di tempat plasenta melekat, hipersensitivitas, memar, dan pembentukan hematoma. Monitoring waktu perdarahan yang teliti diperlukan untuk mengurangi masalah tersebut. Perdarahan yang berlebihan ditanggulangi dengan penghentian obat atau pemberian protamin sulfat. Dengan infus lambat obat terakhir akan terikat secara ionik dengan heparin membentuk kompleks tidak aktif yang stabil.
2.    Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH mempunyai berat molekul antara 3000 – 8000 (rata-rata 4500). waktu paruhnya lebih lama dibanding heparin (kurang lebih 4 jam ) juga bioavailabilitasnya lebih tinggi dibanding heparin jika diberikan secara subkutan. Secara primer kerja dari LMWH adalah menghambat faktor Xa tetapi efek antikoagulannya yang dominan adalah lewat hambatan pada trombin. Seperti halnya heparin, LMWH juga tidak masuk ke  dalam plasenta dan sirkulasi janin, tempat metabolisme yang utama adalah di ginjal.
Preparat – preparat LMWH hanya sedikit berpengaruh terhadap Activated Partial Thromboplastin Time (APTT)  dan thrombine time sehingga umumnya tidak diperlukan monitoring terapi dengan pemeriksaan APTT atau aktifitas faktor Xa. Selain itu, penggunaan LMWH akan mengurangi risiko efek samping pemberian heparin seperti perdarahan, osteoporosis dan trombositopeni. Keuntungan lainnya adalah dapat diberikan hanya 1 atau 2 kali sehari.
3.    Antikoagulan oral
Antikoagulan oral merupakan senyawa organik dengan berat molekul rendah yang secara cepat diabsorbsi dari tractus gastrointestinal. Obat-obat anti koagulan oral ini akan masuk ke dalam plasenta sehingga penggunaannnya dalam kehamilan perlu dipertimbangkan dengan seksama. Umumnya golongan antikoagulan oral dikontraindikasikan secara absolut bila diberikan pada trimester pertama dan kontraindikasi relatif pada trimester kedua dan ketiga dikarenakan obat-obat ini dapat menyebabkan skeletal embryopathy berupa epifises yang cepat menutup, hipoplasia nasal dan ekstrimitas superior pada janin jika diberikan kehamilan 6-12 minggu.
Pengggunaan pada pertengahan kehamilan dapat menyebabkan atrofi optik, mikrosefali dan pertumbuhan terhambat. Risiko perdarahan pada janin dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan sehingga menyebabkan angka kegagalan kehamilan yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut anti koagulan oral hanya diberikan pada keadaan tertentu (dengan tanpa mempertimbangkan risiko pada janin ) yaitu : jika penderita menggunakan katup jantung artifisial, kelainan katup mitral dengan tanda-tanda embolisasi dan jika terdapat kontraindikasi pemberian heparin.
Anti koagulan oral bekerja dengan cara menghambat efek vitamin K dalam sintesis faktor II,VII, IX di hepar. Dikenal dua jenis golongan obat antagonis vitamin K ini yaitu : coumarin, dan derivat indanedione. Jenis yang paling banyak digunakan adalah sodium warfarin, dicumarol, ethyl biscoumacetate dan phenidione. Efek anti koagulan oral ini terdapat pembekuan darah dipantau dengan pemeriksaan Prothombin Time (PT) dan nilai yang diharapkan adalah sama dengan pada wanita tidak hamil yaitu 1,5-2,5 kali kontrol. 

Kamis, 28 Juni 2012

IDK 2 PAK ARHAM TRANSMISI SINAPTIK


TRANSMISI SINAPTIK
Komunikasi antara satu neuron dengan neuron lainnya atau dengan otot dan kelenjar melalui proses transmisi sinaptik.
Pada transmisi sinaptik terjadi sinaps (hubungan) dimana akson dari suatu neuron sel presinaps akan berhubungan dengan dendrit, akson, atau badan sel neuron post sinaps.
Terdapat dua jenis transmisi sinaptik
Transmisi sinaptik elektrik
Transmisi sinaptik kimiawi
Structure of synaptic transmission
Synapse contains:
axon terminal button (presynaptic neuron)
fluid-filled space (synaptic cleft)
postsynaptic neuron (receiving membrane)
Within the presynaptic neurons terminal button are vesicles which release chemical transmitters as a result of the impulses arrival.
Functions of synaptic transmission
Manufacture and storage of neurotransmitter
Arrival of action potential
Release of NT into synaptic cleft
Binding of NT with receptor sites
Change in receiving neuron
Release of NT back into cleft
Metabolism or reuptake
TRANSMISI SINAPTIK ELEKTRIK
Pada transmisi sinaptik elektris , impuls pada sel presinaps yang berjalan sepanjang akson akan disebarkan secara langsung melalui protein tubular tertentu yang disebut gap junction ke sel postsinaps.
Hal ini mengakibatkan penghantaran pada sinaps elektris lebih cepat tanpa adanya perlambatan (synaptic delay).
Arah dan jurusan penghantaran impuls bisa berlangsung dua arah ( transmisi bidireksional), jadi disamping penghantaran orthodromik dari sel presinaps ke postsinaps juga transmisi antidromik yaitu dari postsinaps ke presinaps.
TRANSMISI SINAPTIK ELEKTRIK
TRANSMISI SINAPTIK KIMIAWI
Pada transmisi sinaptik kimiawi, impuls pada neuron presinaps menyebabkan pelepasan senyawa kimiawi (neurotransmitter) dari bongkol terminalis yang berdifusi melalui celah sinaptik dan akan merangsang reseptor di neuron postsinaptik untuk selanjutnya menimbulkan aksi potensial dan impuls pada sel postsinaptik.
Pada manusia penghantaran kimiawi ini lebih dominan dibanding transmisi elektris. Transmisi sinaptik kimiawi berlangsung lebih lambat (adanya synaptic delay), karena perlunya waktu untuk melepaskan neurotransmitter; waktu juga diperlukan oleh neurotransmitter untuk merangsang sel postsinaps. Selain itu penghantaran impuls hanya dapat bertangsung satu arah (transmisi unidireksional), karena sel postsinaps tak dapat menghasilkan neurotransmitter.
TRANSMISI SINAPTIK KIMIAWI
TRANSMISI SINAPTIK
Aksi potensial yang terjadi pada sinaps disebut synaptic potentials.
Aksi potensial (impuls) pada bongkol terminalis menyebabkan pelepasan neurotransmitter yang selanjutnya berdifusi ke celah sinaptik dan kemudian terikat dengan reseptor yang spesifik pada membran sel postsinaps.
Ikatan ini akan mengakibatkan eksitasi (depolarisasi) atau inhibisi (hiperpolarisasi) pada sel postsinaptik.
TRANSMISI SINAPTIK
Bila yang terjadi adalah eksitasi (perangsangan) maka disebut Excitatory Postsynaptic Potentials atau EPSP dan bila yang terjadi inhibisi (penghambatan) maka disebut Inhibitory Postsynaptic Potentials atau IPSP
Neurotransmitter
Amino acids
Excitatory: glutamate and aspartate (kontraksi)
Inhibitory: GABA and glycine
Biogenic amines
Acetylcholine, norepinephrine, dopamine, serotonin, histamine
Neuropeptides and hormones

PAK ARHAM PERSARAFAN


SISTEM PERSARAFAN
Struktur tubuh yang berperan dalam proses pengaturan sistem saraf dapat dikenal dengan susunan saraf.
Susunan ini terbentuk karena hubungan susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer
Sistem persarafan terdiri dari dua yaitu secara struktural dan secara fungsional.
SISTEM PERSARAFAN
Secara struktural sistem persarafan terdiri atas Susunan Saraf Pusat (SSP) meliputi otak dan saraf tulang belakang (medulla spinalis) selanjutnya Susunan Saraf Tepi (SST, meliputi somatik dan saraf otonom.
Secara fungsional sistem persarafan terdiri atas serebrospinal dan sistem otonom.
SISTEM PERSARAFAN
Otak merupakan organ yang terletak di dalam rongga tengkorak.
Dalam proses perkembangannya terdiri atas otak depan yang berkembang menjadi belahan otak (hemisfer serebri), corpus dan thalamus, sedang bagian otak tengah berkembang menjadi otak tengah atau dikenal dengan nama diensefalon, kemudian otak belakang, pons, medulla oblongata serta serebellum akan membentuk batang otak (midbrain)
SISTEM PERSARAFAN
Susunan Saraf merupakan sistem yang berfungsi untuk mengatur berbagai fungsi organ di dalam tubuh secara terintegrasi sehingga memungkinkan suatu makhluk hidup dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan di sekitarnya.
Susunan saraf menerima berbagai informasi dari dalam dan dari luar tubuh, dan mengkoordinasikan semua aktivitas organ di dalam tubuh kita
FUNGSI SISTEM PERSARAFAN
Menerima informasi dari dalam maupun luar melalui afferent sensory pathway (sensorik)
Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat
Mengolah informasi yang diterima baik di tingkat saraf (refleks) maupun diotak untuk menentukan respon yang tepat dengan situasi yang dihadapi
Menghantarkan informasi secara cepat melalui efferent pathway tadi (motorik) ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi tindakan
SEL-SEL SISTEM PERSARAFAN
Neuroglia
Sistem persarafan mengandung Sel-sel glia (neuroglia).
Sel – sel glia jumlahnya kira-kira 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan neuron.
Sel-sel Schwan pada saraf perifer digolongkan sebagai sel glia.
Dalam susunan saraf pusat (SSP) terdapat 3 jenis sel glia; mikroglia adalah sel-sel pembersih yang memasuki sistem persarafan dari pembuluh darah, Oligodendrogliosit berperan dalam pembentukan myelin, astrosit yang terdapat di seluruh otak dan banyak diantaranya mengirimkan ujung-ujung kakinya ke pembuluh darah.
FUNGSI NEUROGLIA
Pembentukan jaringan parut
Fungsi fagositosis
Fungsi perbaikan dan regenerasi pada, kerusakan serabut saraf dan sinaps
Menghasilkan sejumlah faktor pertumbuhan (IGF)
Sekresi GABA dan asetilkolin
Fungsi nutrisi
Membentuk sawar darah otak
TIPE SEL-SEL SARAF
SEL-SEL SISTEM PERSARAFAN
Neuron
Struktur dasar dan unit fungsional sistem persarafan
Neuron merupakan sel yang sangat khusus dan berbeda tetapi memiliki semua dasar biologi dan kimia yang dimiliki sel tubuh lainnya.
Neuron terdiri dari : Badan sel (soma) dengan 2 perpanjangan yakni dendrit yang menerima informasi dari akson terminal pada tempat yang khusus yang disebut sinaps, dan akson yang membawa informasi keluar dari badan sel ke neuron lain.
Membran sel permeabel terhadap oksigen, CO2, ion-ion organik seperti protein.
Neuron juga dapat ditandai oleh adanya eksitabel, yang artinya siap memberikan respon bila terstimulasi, karena pada saat terstimulasi resting potensial tidak stabil maka ada potensial aksi.
TIPE SEL-SEL SARAF
SEL-SEL SISTEM PERSARAFAN
Dua fase yang terjadi pada potensial aksi yaitu dari depolarisasi dan repolarisasi.
Terjadi karena adanya rangkaian perubahan pada permeabilitas membran yang dipengaruhi oleh :
Rangsang kimia (asam basa,ACTH, norepinefrin)
Perangsangan listrik
Perangsangan mekanik
Panas dan dingin
Stimulasi potensial aksi terjadi secara otomatis dan berlangsung sampai seluruh proses selesai.
AKSI POTENSIAL SEL SARAF
SEL-SEL SISTEM PERSARAFAN
Sinaps
Impuls yang terdapat di satu neuron akan diteruskan ke neuron yang lain.
Hubungan satu neuron dengan neuron yang lain, tempat terjadinya penghantaran impuls disebut sinaps.
Ujung dari akson mengandung substansi kimia (neurotransmitter) mempunyai sifat eksitasi dan inhibisi.
Neurotrasnmitter yang bersifat eksitasi yakni (asetilkolin,norepinefrin,dopamin,dan serotonin).
Neurotransmitter yang bersifat inhibisi yakni (Gamma Aminobutyric Acid_GABA pada jaringan otak dan glicin pada medulla spinalis).
SINAPS  SEL SARAF

IDK 2 ASKAR SIKLUS TIDUR DAN IRAMA SIRKADIAN


SIKLUS TIDUR DAN IRAMA SIRKADIAN
OLEH :
M. ASKAR, S.KEP, NS.,M.KES
PENGERTIAN
SUATU KEADAAN YANG BERULANG ULANG, PERUBAHAN STATUS KESADARAN YANG TERJADI SELAMA PERIODE TERTENTU
PROSES FISIOLOGIS YANG BERSIKLUS YANG BERGANTIAN DENGAN PERIODE TERJAGA YANG LEBIH LAMA
IRAMA SIRKADIAN
LATIN; CIRCA, ‘TENTANG’ DAN DIES, ‘HARI’ SIKLUS 24 JAM, SIANG-MALAM, DIKENAL JUGA DENGAN IRAMA DIURNAL, BAGIAN DARI KEHIDUPAN SEHARI-HARI.
SIKLUS TIDUR
TAHAP 1 : NREM
TAHAP 2 : NREM
TAHAP 3 : NREM
TAHAP 4 : NREM
TIDUR REM
TAHAP 1 NREM
Tahap ini meliputi tingkat paling dangkal dari tidur
Tahap berakhir beberapa menit
Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme
Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori seperti suara
Ketika terbangun, seseorang merasa seperti telah melamun
TAHAP 2 NREM
Periode tidur bersuara
Kemajuan relaksasi
Untuk terbangun masih relatif mudah
Tahap berakhir 10 hingga 20 menit
Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban
TAHAP 3 NREM
Tahap awal dari tidur yang dalam
Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak
Otot-otot dalam keadaan santai penuh
Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur
Tahap berakhir 15 hingga 30 menit
TAHAP 4 NREM
Tahap tidur terdalam
Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur
Jika terjadi kurang tidur maka orang yang tidur akan menghabiskan porsi malam yang seimbang pada tahap ini
Tanda-tanda vital menurun secara bermakna dibanding selama jam terjaga
Tahap berakhir kurang lebih 15 hingga 30 menit
Tidur sambil berjalan dan enuresis dapat terjadi
TIDUR REM
Mimpi yang penuh warna dan tampak hidup dapat terjadi pada REM. Mimpi yang kurang hidup dapat terjadi pada tahap yang lain
Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah mulai tidur
Hal ini dicirikan dengan respons otonom dan pergerakan mata yang cepat, fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan atau fluktuasi tekanan darah
TIDUR REM
Terjadi penurunan tonus otot skelet
Peningkatan sekresi lambung
Sangat sulit sekali membangunkan orang yang tidur
Durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20 menit
TAHAP-TAHAP SIKLUS TIDUR ORANG DEWASA
MIMPI
Terjadi pada NREM dan REM
Mimpi pada REM : Nyata, rumit, penting untuk konsolidasi memori jangka panjang, berkembang dalam isi, kejadian terbaru, emosi masa kanak-kanak, atau masa lampau
Kepribadian mempengaruhi kualitas mimpi
MIMPI
Mimpi kebanyakan tentang masalah terbaru
Ketakutan sering ditampilkan dalam mimpi buruk
Mimpi menghapus fantasi tertentu atau memori yang non esensial
Orang yang mengingat mimpi secara jelas biasanya terjaga segera setelah periode tidur REM.
KEBUTUHAN TIDUR
Neonatus – 3 bulan         : 16 jam sehari
Bayi 1 bulan – 1 tahun : 14 jam sehari
Todler : 12 jam sehari
Prasekolah : 12 jam semalam, jarang tidur siang
Usia sekolah : 6 tahun (11-12 jam), 11 tahun (9-10 jam).
Remaja : 7 ½ jam
Dewasa muda : 6 – 8 ½ jam
Dewasa tengah : Menurun dari dewasa muda
Lansia : Tetap, kualitas yang berubah
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIDUR
Penyakit fisik
Obat-obatan dan substansi
Gaya hidup
Kebiasaan tidur
Stres emosional
Lingkungan
Latihan fisik dan kelelahan
Asupan makanan dan kalori
Gangguan tidur
Insomnia
Apnea tidur
Narkolepsi dan Katalepsi
Deprivasi tidur
Parasomnia (Somnabulisme, enuresis nokturnal, bruksisme)
Gejala deprivasi tidur
Fisiologis
Ptosis, penglihatan kabur
Kekakuan motorik halus
Penurunan refleks
Waktu respons melambat
Rasionalisasi dan penilaian menurun
Kewaspadaan pendengaran dan penglihatan menurun
Aritmia jantung
Gejala deprivasi tidur
Psikologis
Bingung (konfusi) dan disorientasi
Peningkatan sensitivitas terhadap nyeri
Iritabel, menarik diri, apatis
Rasa kantuk berlebihan
Agitasi
Hiperaktif
Penurunan motivasi
Pengkajian tidur
Perawat mengkaji pola tidur
Faktor yang biasa mempengaruhi tidur
Tidur à Subjektif, jika klien merasa puas dengan kuantitas dan kualitas tidur yang dialami à normal (Closs, 1988)
Kualitas tidur dapat dikaji dengan skala analog visual (Closs, 1988)
Karakteristik masalah tidur dan kebiasaan tidur klien yang biasa
Pengkajian tidur
Sumber pengkajian terbaik : klien, pasangan tidur, pada anak dari orang tua
Riwayat tidur mencakup :
Deskripsi masalah tidur klien
Pola tidur biasa
Perubahan pola tidur terakhir
Rutinitas menjelang tidur dan lingkungan tidur
Pengkajian tidur
Riwayat tidur mencakup (lanjutan) :
Penggunaan obat tidur dan obat lainnya
Pola asupan diet dan jumlah zat yang mempengaruhi tidur
Gejala yang dialami selama terbangun
Penyakit fisik yang terjadi secara bersamaan
Peristiwa dalam kehidupan yang terjadi saat ini
Status emosional dan mental saat ini
Diagnosa keperawatan
Gangguan pola tidur (sulit tertidur) yang berhubungan dengan kebisingan lingkungan, nyeri artritis, dll
Gangguan pola tidur (sering terbangun) yang berhubungan dengan kekhawatiran kehilangan pekerjaan, ketergantungan terhadap obat-obat barbiturat, dll
Diagnosa keperawatan
Risiko cedera yang berhubungan dengan serangan berjalan dalam tidur
Koping keluarga tidak efektif; ketidakmampuan yang berhubungan dengan pemahaman pasangan tentang narkolepsi
Gangguan harga diri yang berhubungan dengan terjadinya mengompol
Diagnosa keperawatan
Gangguan pertukaran gas selama tidur yang berhubungan dengan perubahan suplai oksigen
Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial
Contoh Rencana Askep untuk Gangguan Pola Tidur
Diagnosa keperawatan : Gangguan pola tidur (sulit tertidur) yang berhubungan dengan khawatir akan kehilangan pekerjaan
Defenisi : Gangguan pola tidur adalah gangguan waktu tidur yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mempengaruhi hasrat gaya hidup (Kim, McFarland, McLane, 1995)
Contoh Rencana Askep untuk Gangguan Pola Tidur
Tujuan : Klien melaporkan bahwa pola tidur yang biasa telah terbentuk kembali dalam 1 bulan
Hasil yang diharapkan :
Klien tertidur dalam 30 menit setelah naik ke tempat tidur
Klien menggunakan terapi relaksasi setiap malam sebelum tidur
Klien melaporkan perasaan segar di saat terbangun di pagi hari
Contoh Rencana Askep untuk Gangguan Pola Tidur
Intervensi 1 : Anjurkan agar kafein dan alkohol dihilangkan dari diet klien di malam hari (Kafein dan alkohol mengganggu siklus tidur)
Intervensi 2 : Minta klien mengikuti ritual tidur naik ke tempat tidur pada jam yang sama setiap malam meminum segelas susu (Susu mengandung L-triptofan, asam amino alami yang merangsang tidur (Ross et al, 1986)
Contoh Rencana Askep untuk Gangguan Pola Tidur
Intervensi 3 : Tentukan waktu sebelum klien pergi tidur untuk latihan relaksasi yag tenang, mandi, atau latihan relaksasi progresif (Efek dari relaksasi memerlukan penelitian lebih lanjut, klien insomnia dapat mengalami peningkatan tonus simpatik, dan relaksasi dapat menguranginya (Berman et al, 1990)
Contoh Rencana Askep untuk Gangguan Pola Tidur
Intervensi 4 : Kendalikan sumber-sumber kebisingan di lingkungan dan pastikan bahwa kamar tidur sudah digelapkan dan memiliki ventilasi yang baik (Suara yang keras dapat mengganggu dan mempengaruhi istirahat).
Kontrol suara di rumah sakit
Tutup pintu kamar klien jika mungkin
Jaga agar pintu area kerja di unit tersebut ditutup ketika sedang digunakan
Kurangi volume telepon yang terdekat dan peralatan yang berbunyi
Gunakan sepatu beralas karet, hindari pemakaian sepatu beralas kayu
Kontrol suara di rumah sakit
Matikan oksigen di samping tempat tidur dan peralatan lain yang tidak digunakan
Matikan alarm dan bunyi pada alat monitor di samping tempat tidur
Matikan TV dan radio dalam kamar kecuali jika klien menyukai musik yang lembut
Hindari bunyi keras yang tiba-tiba seperti menyiram toilet atau menggeser tempat tidur
Kontrol suara di rumah sakit
Lakukan percakapan yang diperlukan dengan suara rendah, terutama di malam hari
Lakukan percakapan dan pelaporan di ruangan khusus yang jauh dari kamar klien
Farmakologi Agens Antiinsomnia
Alprazolam, Nama dagang Xanax, awitan kerja 15 – 60 menit, dosis oral 0,25 – 0,5 mg (3 kali sehari), indikasi : ansietas
Diazepam, Nama dagang Valium, awitan kerja 15 – 45 menit, dosis oral 5 – 10 mg menjelang tidur, indikasi gangguan tidur
Dll..
selesai
See u next time

IDK2 MAHYUDDIN REPRODUKSI


Pendahuluan
Reproduksi mrp organ kelamin pria & wanita yg khusus yaitu testis menghasilkan spermatozoid (sel kelamin laki2) dan ovarium menghasilkan sel ovum (sel kelamin wanita).
Organ ini menghasilkan hormon yg diatur oleh gonadotropik dari kelenjar hipofise.
Pendahuluan
Sistem reproduksi ada 2 yaitu :
Sistem reproduksi pd pria à memberikan sifat-sifat kelamin mis pd saat pubertas : perubahan suara lebih berat, pembesaran genitalia eksterna, tampilnya bulu diatas tubuh dan muka
Sistem reproduksi pd wanita à menstruasi pertama (menarche), uterus & vagina membesar, buah dada membesar, jar.ikat & p.darah bertambah. Sifat kelamin sekunder berupa lengkung tubuh, bulu ketiak & rongga panggul melebar
Organ Reproduksi Pria
Genitalia pria tdk terpisah dengan saluran urethra (sal.kencing), berjalan sejajar pd kelamin luar laki-laki
Alat kelamin laki2 terbagi atas 3 bagian :
    1. Kelenjar :
Testis
Vesica seminalis
Kelenjar prostat
Kelenjar bulbouretralis
    1. Kelenjar duktuli :
Epididimis
Duktus seminalis
Urethra
    1. Bangun penyambung :
Skrotum
Fenikulus spermatikus
Penis
KELENJAR
TESTIS
Merupakan organ kelamin laki2 tempat spermatozoa & hormon laki2 dibentuk.
Testis letaknya menggantung didalam skrotum. Jumlahnya sepasang yang ukurannya masing2 sebesar telur ayam yg tersimpan didlm skrotum masing2 di tunika albugenia testis. Berfungsi menghasilkan sel mani atau sperma.
Testis terdiri dari belahan2 yg disebut lobulus testis.
Fungsi testis :
Menghasilkan gamet2 baru yaitu spermatozoa dilakukan di tubulus seminiferus
Menghasilkan hormon testosteron, dilakukan o/ sel interstial
Testosteron mrp hormon yg dihasilkan testis yg berfungsi utk menentukan sifat kejantanan. Misalnya : tumbuh jenggot & jakun, suara yg berat, badan yg besar & kuat.
Testosteron dihasilkan pd usia 11 – 14 tahun. Produksinya meningkat cepat pd permulaan pubertas dan berlangsung slm masa kehidupan. Produksinya akan berkurang aetelah usia 40 thn. Pd usia 80 thn testosteron dihasilkan hanya 1/5 dr nilai puncak.
Testosteron meningkatkan kecepatan sekresi beberapa kelenjar terutama kelenjar sebasea (kel.keringat)
Jerawat gambaran paling sering pd usia pubertas
VESIKA SEMINALIS
Kelenjar ini panjangnya 5 – 10 cm, berupa kantung berbentuk seperti huruf “S” berbelok-belok.
Menghasilkan sekret (cairan kental) yg bersama dgn cairan prostat mengandung fruktosa yg merupakan sumber energi untuk spermatozoa
Vesika seminalis memiliki dinding yg tipis dan mengandung serabut otot dan mukosa.
Vesika seminalis memiliki duktus seminalis yg akan bergabung dgn duktus deferens membentuk duktus ejakulatorius.
KELENJAR PROSTAT
Kelenjar yg terletak dibawah vesika urinaria (kandung kemih) melekat pd dinding bawah disekitar urethra bagian bawah.
Besarnya kira2 sebesar buah kenari mengelilingi urethra dan terdiri dari kelenjar majemuk saluran & otot polos.
Prostat menghasilkan sekret yg akan bergabung dgn sekret dari testis yg berfungsi menambah alkalis (keasaman) cairan seminalis u/melindungi spermatozoa thd tekanan dlm urethra & vagina.
Pembesaran prostat akan membendung urethra dan menyebabkan tertahannya urine didalam kandung kemih (retensi urine).
Kelenjar prostat terdiri dr 30-50 kelenjar yg terbagi atas 4 lobus yaitu : lobus posterior, lateral, anterior, medial
KELENJAR BULBO URETHRALIS
Disebut juga kelenjar Cowper.
Terletak disebelah bawah kelenjar prostat.
Panjangnya 2 – 5 cm
Fungsinya hampir sama dgn kelenjar prostat
KELENJAR DUKTULI
EPIDIDIMIS
Merupakan saluran halus yg panjangnya + 6 cm terletak disepanjang atas tepi dan belakang dr testis
Terdiri dari kepala (kaput) yg terletak diatas kutub testis, badan & ekor epidemis sebagian ditutupi oleh lapisan viseral.
Fungsinya sbg saluran penghantar testis, mengatur sperma sebelum diejakulasi dan memproduksi semen.
Semen terdiri dari sekret epididimis, vesika seminalis dan prostat serta mengandung spermatozoa yg dikeluarkan tiap ejakulasi.
DUKTUS DEFERENS
Merupakan kelanjutan dari epididimis selanjutnya ke kanalis inguinalis, kemudian duktus ini akhirnya bergabung dgn vesika seminalis membentuk duktus ejakulatorius.
Panjangnya 50-60 cm berjalan bersama pembuluh darah & saraf.
URETHRA
Merupakan saluran kemih pd pria yg sekaligus merupakan saluran ejakulasi (mani)
Pengeluaran urin tdk bersamaan dgn ejakulasi karena diatur oleh kegiatan kontraksi prostat
BANGUN PENYAMBUNG/PENYOKONG
SKROTUM (Buah Pelir)
Kantong yg menggantung didasar pelvis, tempat tersimpannya testis, didepannya terletak penis, dibelakangnya terletak anus.
Buah pelir berupa kantung yg terdiri dr kulit tanpa lemak dan berisi sedikit jaringan otot
Dibungkus o/ tunika vaginalis yg berasal dr kulit peritoneum (kulit perut) dan mengandung banyak pigmen
M.cremaster yg muncul dr m.obliqus internus abdominalis yang menggantung testis dapat mengangkat testis menurut kemauan dan refleks ejakulasi.
FENIKULUS SPERMATIKUS
Merupakan bangun penyambung yg berisi duktus seminalis, pembuluh limfe dan serabut2 saraf
PENIS
Terletak didepan skrotum, ujung penis disebut glans penis, tengahnya disebut korpus penis dan pangkalnya disebut radik penis
Mrp alat yg mempunyai jaringan erektil yg dilapisi jar fibrosa dan terdiri dari rongga2 spt karet busa
Dengan adanya rangsangan seksual, karet busa ini akan terisi darah sbg akibat dari vasopenis à Ereksi penis
Ereksi penis dipengaruhi o/otot :
M.iskia kavernosus, m.erektor penis, otot2 ini menyebabkan erektil (ketegangan) pd waktu koitus (persetubuhan)
M.bulbo kavernosus, untuk mengeluarkan urin.
Penis memiliki 3 buah korpus kavernosa yaitu : 2 buah korpus kavernosus urethra, terletak disebelah punggung atas penis, satu korpus kavernosus berada dibawah penis yg merupakan saluran kemih.
Korpus kavernosus terdiri dr jaringan yg banyak mengandung pembuluh darah yg saat koitus akan terisi dgn darah shg spermatozoa bisa dihantarkan sampai dipintu vagina.
TERIMA KASIH