Laman

Senin, 27 Mei 2013

TROMBOEMBOLI


TROMBOEMBOLI
A.   PENGERTIAN
Tromboemboli adalah sumbatan pembuluh darah ibu akibat jendalan darah atau air ketuban.

B.   Klasifikasi
Tromboemboli dalam masa nifas mencakup :
1.    Trombosis Vena Superfisial (TVS)
Lebih sering diderita oleh wanita dengan varises vena dan angka kejadian tidak dipengaruhi oleh intervensi obstetrik.
2.    Trombosis Vena Dalam (TVD)
Trombosis Vena Dalam sangat dipengaruhi oleh intervensi obstetrik, sebagai contoh tindakannya meningkat setelah tindakan bedah caesar. Penderita  Trombosis Vena Dalam yang tidak tertangani dengan baik akan mengalami embolisasi trombus pada pembuluh darah paru (EP) yang dapat berakibat fatal.
3.    Emboli paru (EP)

C.   PATOGENESIS
Sejak tahun 1848, Virchow telah menyebutkan bahwa terjadinya trombosis selalu melibatkan 3 faktor yang saling berhubungan seiring dengan perubahan-perubahan fisiologik pada kehamilan yaitu :
1.    Perubahan Koagulasi selama kehamilan
Pada kehamilan terjadi hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan karena perubahan kadar faktor-faktor  pembekuan. Faktor I, II, VII, VIII, IX dan X kadarnya meningkat setelah trimester pertama yang diikuti peningkatan kadar faktor V, VII dan X pada saat persalinan. Faktor VIII kadarnya justru menurun. Kadar fibrinopeptida A dan monomer-monomer fibrin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya terjadi aktivasi sistem pembekuan selama kehamilan. Plasenta dan cairan amnion merupakan sumber dari tromboplastin jaringan (faktor III). Pengeluaran semua material ini dalam persalinan, akan merangsang jalur ekstrinsik pembekuan darah.
2.    Statis Vena
Selama kehamilan sangat mungkin terjadi statis aliran darah vena. Hal ini disebabkan oleh karena : terjadi penurunan secara bertahap aliran darah vena dari kaki ke paha, obstruksi yang bermakna dari vena cava akibat penekanan oleh uterus yang membesar terutama mulai pertengahan kehamilan, turunnya tonus vena pada anggota gerak bawah yang dimulai sejak awal kehamilan, dilatasi vena panggul dan kemungkinan terjadinya disfungsi daun katup vena. Kesemuanya mempunyai potensial untuk meningkatkan resiko terjadinya penggumpalan trombosit (platelet clumping) dan pembekuan fibrin. Jika trombus telah terbentuk maka akan terjadi statis aliran darah yang progresif dengan akibat trombus yang makin luas. Keadaan ini dapat diperberat  dengan tirah baring yang lama ( prolonged bed rest ) dan proses persalinan dengan tindakan.
3.    Trauma endotellium vaskuler
Endotellium vaskuler merupakan barier fisiologis terhadap trombosis diantaranya menghasilkan prostasiklin yang berfungsi mencegah terjadinya agregasi dan aktivasi trombosit. Pada kehamilan, dapat terjadi perubahan serat elastik tunika media dan kerusakan tunika intima akibat tingginya kadar estrogen. Demikian juga tindakan pembedahan dapat menyebabkan trauma/kerusakan secara langsung pada sel endotel sehingga merangsang produksi fibrin fibrin dan agregasi trombosit. Akibat pembedahan, lebih lanjut dapat terjadi inokulasi bakteri sehingga trauma endotel menjadi lebih berat dengan segala konsekuensinya.
4.    Kerusakan endotel pembuluh darah

D.   FAKTOR RESIKO
Faktor resiko umum terjadinya Tromboemboli adalah :
Ø  Trombofilia Herediter ( Mutasi faktor V Leiden, defisiensi AT-III, defiensi protein C, defiensi protein S, hiperhomosistein dan mutasi gen protombin ).
Ø  Riwayat Tromboemboli sebelumnya
Ø  Penggunaan katub jantung artifisial
Ø  Fibrilasi atrial
Ø  Sindroma Antifosfolipid
Secara khusus faktor resiko dalam kehamilan dan masa kehamilan yang meningkatkan kecenderungan Tromboemboli adalah :
·         Bedah Caesar
·         Persalinan pervaginam dengan tindakan
·         Usia ibu yang risiko tinggi saat hamil dan bersalin
·         Supresi laktasi dengan menggunakan preparat estrogen
·         Sickle Cell Disease
·         Riwayat tromboflebitis sebelumnya
·         Penyakit jantung
·         Immobilisasi yang lama
·         Obesitas
·         Infeksi maternal dan insufisiensi vena kronik

Faktor resiko terjadinya Tromboemboli dalam kehamilan dan masa nifas menurut Biswas & Perloff (1994), yaitu :
·         Merokok
·         Preeklamsia
·         Persalinan lama (prolonge labor)
·         Anemia
·         Perdarahan
E.   DIAGNOSIS
TANDA & GEJALA Trombosis Vena Superfisial (TVS) :
ú  Umumnya hanya terbatas pada vena superfisial dari sistem safena.
ú  Secara klinis daerah yang terlibat akan terlihat : kemerahan (eritema), pada palpasi terasa hangat atau panas, teraba vena superfisial seperti tali yang keras.
ú  Kelainan yang sering terjadi pada penderita dengan varises vena superfisial sebelumnya, yaitu : obesitas, immobilisasi yang lama dan katerisasi intravena.

TANDA & GEJALA Trombosis Vena Dalam (TVD) :
ú  Sangat tergantung dari tempat dan besar trombus, status sirkulasi vena kolateral, derajat respons, dan inflamasi.
ú  Hampir 80% mengenai tungkai kiri karena kompresi vena iliaka sinistra saat bersilangan dengan arteri illiaka dekstra dan kecepatan aliran darah terutama pada tungkai kiri yang jauh berkurang jika wanita hamil berbaring terlentang.

TANDA & GEJALA  EMBOLI PARU (EP) :
ú  Sering didahului oleh adanya Tromboemboli pada ekstrimitas inferior dan pada beberapa lainnya Tromboemboli pada vena dalam pelvis yang asimtomatik) diketahui.
ú  Tanda dan Gejala Umum adalah dispnea, nyeri dada, batuk, sinkop dan hemoptisis.

F.    MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klasik Tromboemboli pada masa nifas (puerperal thrombophlebitis) yang disebut dengan Phlegmasia alba dolens atau Milk Leg, yaitu berupa :
ú  Edema tungkai dan paha disertai rasa nyeri yang hebat
Nyeri pada otot betis baik spontan atau akibat regangan tendon achilles (Homan’s sign) tidak mempunyai arti klinis yang bermakna karena tanda yang sama seringkali ditemukan pada awal masa nifas akibat tekanan oleh penyangga betis meja obstetrik saat persalinan.
ú  Sianosis lokal
Demam yang terjadi  karena terlibatnya vena dari kaki sampai regio illeofemoral

G.   PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Obyektif yang dapat dilakukan meliputi :
1.    Invasif
ú  Venografi
Sampai saat ini merupakan ”gold standart“ untuk diagnosis TVD namun karena dapat menyebabkan nyeri dan bahaya absorbsi radiasi pengion oleh janin, maka pemeriksaan ini dilakukan pada masa kehamilan.
ú  Angiografi Paru
Pemeriksaan ini merupakan ”gold standart” untuk diagnosis Emboli Paru (EP), tetapi karena pemeriksaan ini invasif dan mahal maka hanya dilakukan jika pemeriksaan lain meragukan.
ú  Ventilation Perfussion Scanning (VIQ Scan)
VIQ Scan merupakan pemeriksaan awal yang harus dilakukan pada kecurigaan Emboli Paru. Hasil pemeriksaan yang normal memastikan  Emboli paru tidak terjadi dan hasil yang high probalbility (sekurang-kurangnya terdapat defek perfusi pada satu segmen tetapi ventilasi normal) memastikan diagnostik Emboli paru.
2.    Non Invasif
ú  Compresion Ultrasound (CUS)
American College of Obstetrician and Gynecologists (2000) menetapkan CUS sebagai salah satu cara pemeriksaan terpilih (procedure of choice) untuk diagnosa TVD paroksimal.
CUS dilakukan dengan menekankan transedur USG secara kuat (firm compression) untuk melihat adanya defect.
ú  Impedance Phletysmography (IPG)
Dengan cara mengembangkan manset udara yang ditempatkan disekeliling paha unutk mengukur impedance flow. IPG mempunyai sensitifitas sebesar 83% dan spesifitas 92%.
ú  Magnetic Resmance Venography (MRV)
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan batas-batas anatomis secara detail dan dapat menentukan ada tidaknya aliran darah pelvis. MRV mempunyai sensitifitas 100% dan spesifitas 90% terhadap TVD yang telah lebih khusus lagi MRV dapat menentukan faktor non trombosis sebagai penyebab gejala dan tanda yang mirip dengan tromboemboli. MRV sangat potensial untuk digunakan sebagai sarana diagnostik tromboemboli dalam kehamilan karena disamping sensitif juga tidak berhubungan dengan paparan radiasi. Kelemahan pemeriksaan ini adalah fasilitasnya yang masih terbatas dan mahalnya biaya pemeriksaan.

H.   TERAPI
a.    Trombosis Vena Superfisial (TVS)
ú  Pentalaksanaan untuk nyeri (analgesik)
ú  Thermal blanket
ú  Elevasi anggota gerak bawah untuk memperbaiki sirkulasi
ú  Pemberian anti inflamasi
ú  Anjukan mobilisasi secar bertahap setelah tirah baring selama 5-7 hari
ú  Anjurkan menggunakan elastic stocking
ú  Anjurkan tidak berdiri dalam waktu yang lama guna mencegah terjadinya infeksi berulang yang sering terjadi pada masa yang lama kehamilan dan segera setelah persalinan.
b.    Trombosis Vena Dalam (TVD) dan Emboli Paru (EP)
ú  Tujuan utama terapi untuk mencegah perluasan trombus, Emboli Paru dan Postphlebitic syndrome.
ú  Pertimbangkan keamanan obat bagi ibu dan janin, efektifitas dan terapi untuk keadaan akut atau tidak serta waktu kapan diberikan (dalam masa kehamilan, persalinan atau masa nifas)
ú  Obat yang digunakan dalam terapi Trombosis Vena Dalam (TVD) dalam kehamilan dan masa nifas :
1.    Heparin
Heparin merupakan obat terpilih (drug of choice) untuk terapi awal trombosis vena akut dalam kehamilan. Obat ini merupakan anionic mucopolysaccharide dengan berat molekul 3.000 - 30.000. Dikarenakan ukuran molekulnya, heparin tidak masuk ke dalam plasenta dan sirkulasi janin atau air susu ibu. Tempat metabolisme utama adalah di hepar dan sistem retikuloendotel serta diekskresikan lewat urine. Fungsinya sebagai antitrombosis akan efektif bila berikatan dengan co - faktor antitrombin III. Waktu paruh heparin rata-rata 90 menit (dengan rentang 30 menit - 2,5 jam) setelah diberikan secara intravena.
Mekanisme heparin dalam pencegahan pembekuan darah adalah heparin menghambat perubahan protombin menjadi trombin, yang selanjutnya mencegah perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Heparin tidak mengganggu komponen – komponen darah secara signifikan, hanya heparin memperpanjang waktu pembekuan, bukan waktu perdarahan.
Efek samping heparin bagi ibu yaitu berupa perdarahan, osteoporosis jika penggunaan dalam jangka panjang , trombositopeni , nyeri di tempat injeksi, hemoragi termasuk di tempat plasenta melekat, hipersensitivitas, memar, dan pembentukan hematoma. Monitoring waktu perdarahan yang teliti diperlukan untuk mengurangi masalah tersebut. Perdarahan yang berlebihan ditanggulangi dengan penghentian obat atau pemberian protamin sulfat. Dengan infus lambat obat terakhir akan terikat secara ionik dengan heparin membentuk kompleks tidak aktif yang stabil.
2.    Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH mempunyai berat molekul antara 3000 – 8000 (rata-rata 4500). waktu paruhnya lebih lama dibanding heparin (kurang lebih 4 jam ) juga bioavailabilitasnya lebih tinggi dibanding heparin jika diberikan secara subkutan. Secara primer kerja dari LMWH adalah menghambat faktor Xa tetapi efek antikoagulannya yang dominan adalah lewat hambatan pada trombin. Seperti halnya heparin, LMWH juga tidak masuk ke  dalam plasenta dan sirkulasi janin, tempat metabolisme yang utama adalah di ginjal.
Preparat – preparat LMWH hanya sedikit berpengaruh terhadap Activated Partial Thromboplastin Time (APTT)  dan thrombine time sehingga umumnya tidak diperlukan monitoring terapi dengan pemeriksaan APTT atau aktifitas faktor Xa. Selain itu, penggunaan LMWH akan mengurangi risiko efek samping pemberian heparin seperti perdarahan, osteoporosis dan trombositopeni. Keuntungan lainnya adalah dapat diberikan hanya 1 atau 2 kali sehari.
3.    Antikoagulan oral
Antikoagulan oral merupakan senyawa organik dengan berat molekul rendah yang secara cepat diabsorbsi dari tractus gastrointestinal. Obat-obat anti koagulan oral ini akan masuk ke dalam plasenta sehingga penggunaannnya dalam kehamilan perlu dipertimbangkan dengan seksama. Umumnya golongan antikoagulan oral dikontraindikasikan secara absolut bila diberikan pada trimester pertama dan kontraindikasi relatif pada trimester kedua dan ketiga dikarenakan obat-obat ini dapat menyebabkan skeletal embryopathy berupa epifises yang cepat menutup, hipoplasia nasal dan ekstrimitas superior pada janin jika diberikan kehamilan 6-12 minggu.
Pengggunaan pada pertengahan kehamilan dapat menyebabkan atrofi optik, mikrosefali dan pertumbuhan terhambat. Risiko perdarahan pada janin dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan sehingga menyebabkan angka kegagalan kehamilan yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut anti koagulan oral hanya diberikan pada keadaan tertentu (dengan tanpa mempertimbangkan risiko pada janin ) yaitu : jika penderita menggunakan katup jantung artifisial, kelainan katup mitral dengan tanda-tanda embolisasi dan jika terdapat kontraindikasi pemberian heparin.
Anti koagulan oral bekerja dengan cara menghambat efek vitamin K dalam sintesis faktor II,VII, IX di hepar. Dikenal dua jenis golongan obat antagonis vitamin K ini yaitu : coumarin, dan derivat indanedione. Jenis yang paling banyak digunakan adalah sodium warfarin, dicumarol, ethyl biscoumacetate dan phenidione. Efek anti koagulan oral ini terdapat pembekuan darah dipantau dengan pemeriksaan Prothombin Time (PT) dan nilai yang diharapkan adalah sama dengan pada wanita tidak hamil yaitu 1,5-2,5 kali kontrol. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar