Laman

Kamis, 21 Juni 2012

kardio 2 afrida Defek septum Atrium (atrial septal defect – ASD)


Defek septum Atrium (atrial septal defect – ASD)

Defenisi
§  Merupakan suatu keadaan di mana adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri
Manifestasi klinik
  • Biasanya anak dengan ASD tidak terlihat menderita kelainan jantung karena pertumbuhan dan perkembangannya biasa seperti anak lain yang tidak ada kelainan. Hanya pada pirau kiri ke kanan yang sangat besar pada stress anak cepat lelah dan mengeluh dispnea dan sering mendapat infeksi saluran napas.
  • Pada pemeriksaan palpasi terdapat kelainan ventrikel kanan hiperdinamik di parasternal kiri. Pada pemeriksaan auskultasi, foto toraks dan EKG dapat lebih jelas adanya kelainan ASD ini. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan ekokardiografi.
Pemeriksaan diagnostik
  • Pemeriksaan elektrokardiogram EKG menunjukkan adanya gangguan konduksi pada ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang fortal lebih dari 90°.
  • Pemeriksaan ekokardiogram menunjukkan pembesaran ventrikel kanan serta gerakan paradoksal septum interventrikuler.
Penatalaksanaan medis
  • Besarnya aliran pintas darah ialah perbandingan darah melalui sirkulasi pulmonar dibandingkan dengan sirkulasi sistemik dan sangat erat hubunganya dengan timbulnya kelainan pada dinding kapiler paru di kemudian hari.
  • Jika perbandingannya mencapai lebh besar dari 1,5 dianjurkan untuk dilakukan operasi karena resistensi kapiler paru sangat tinggi.
  • Penutupan defek interatrial dapat dilakukan jahitan langsung atau penempelan patch (tambahan). Di Indonesia, operasi jenis ini sudah dapt dilakukan dan berhasil dgn baik dgn mortalitas perioperatif sekitar 0-1 %
  • Klien dgn resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tdk dapat dioperasi, dpt dibantu dgn obat vasodilator, antogoni kalsium
  • Sedangkan untuk gagal jantung dapat diberikan pengbatan sama dgn penyakit jantung lainnya
  • Operasi dianjurkan pd saat berumur 5-10 tahun
  • Prognosis sangat ditentukan o/resistensi kapiler paru

kardio 2 faisal SHOCK KARDIOGENIK


SHOCK  KARDIOGENIK
By: FAISAL ASDAR, S.Kep, Ns

PENDAHULUAN
Shock
                Suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh atau dengan istilah lain disebut Kegagalan Sirkulasi.

DEFINISI
Shock
                Gangguan dari perfusi jaringan yang terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke sel dengan kebutuhan oksigen dari sel tersebut.
                Semua jenis shock mengakibatkan gangguan pada perfusi jaringan yang selanjutnya berkembang menjadi gagal sirkulasi akut atau disebut juga sindroma shock
It Is Not LOW BLOOD PRESSURE .....
But
It Is HYPOPERFUSION!!!

TAHAPAN SHOCK
                Shock dibagi dalam “3 Tahap” yang semakin lama semakin berat :
  1. Tahap I. Shock berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
  2. Tahap II. Tahap progresif, ditandai dengan manifestasi sistemis dan hipoperfusi serta kemunduran fungsi organ.
  3. Tahap III. Refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi dihindari yang pada akhirnya menuju kematian.

SHOCK CARDIOGENIC
PENGERTIAN
Tjokronegoro, 2003
                Shock Kardiogenik adalah sindrom Shock kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat.

Hollenberg S, 2004
                Shock Kardiogenik adalah didasarkan pada sebuah sirkulasi darah yang tidak memadai akibat kegagalan primer dari ventrikel jantung untuk berfungsi secara efektif.

DEFINISI KLINIS
Mencakup  :
n  Curah jantung yang buruk
n  Terjadinya hipoperfusi sistemik
                à timbul  hipoksia  jaringan à dimana  sel  jaringan  dan  organ mengalami  disfungsi  yang  bersifat  reversibel,  tetapi  bila  hipoperfusi menetap maka akan menjadi irreversibel dan nekrosis.

ETIOLOGI
                Shock Kardiogenik terjadi ketika jantung tidak dapat memompa cukup darah ke seluruh tubuh, paling sering shock kardiogenik terjadi ketika ruang utama jantung yang memompa yaitu “ventrikel kiri“ disfungsi atau mengalami kerusakan.

FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI TIMBULNYA SYOK KARDIOGENIK
  1. Umur yang relatif lebih tua pada syok kardiogenik              (> 60 tahun)
  2. Telah terjadi payah jantung sebelumnya
  3. Adanya infark lama dan baru
  4. Lokasi pada dinding anterior lebih sering menimbulkan syok
  5. IMA yang meluas secara progressif
  6. Komplikasi mekanik IMA : septum sobek, insufisiensi mitral
  7. Gangguan irama dan nyeri yang hebat
  8. Faktor ekstramiokardial : obatan-obatan penyebab hipotensi atau hipovolemia
PRINSIP DIAGNOSIS SHOCK KARDIOGENIK :
1.       Kriteria Hemodinamik :
a.       Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah sebelumnya
b.      Keluaran urine < 20 ml/jam
c.       Indeks jantung < 2,1 L/menit
2.       Kriteria Klinis :
a.       Akral “kulit” dingin dan lembab
b.      Sianosis
c.       Perubahan mental “disorientasi”
d.      Pasien nampak sesak dan sulit bernapas

MANIFESTASI KLINIK
Anamnesis (Riwayat Penyakit)
Timbulnya Syok Kardiogenik à IMA :
  1. Timbul tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setelah infark akibat gangguan miokard masif atau ruptur dinding bebas ventrikel kiri
  2. Timbul secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark berulang
  3. Timbul tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark disertai timbulnya bising mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektromekanik. Episode ini dapat disertai atau tanpa nyeri dada, tapi sering disertai dengan sesak napas akut.

PEMERIKSAAN FISIK

 * Diaforesis (kulit basah)


 * Pernapasan cepat (takipnea) dan dalam


* Denyut cepat


* Ronki akibat bendungan paru


*
Bunyi jantung lemah, dengan bunyi jantung 3 (S3)


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
  1. EKG “Elektrokardiogram”
  2. Foto thoraks “Radiografi”
  3. Ekhokardiografi
  4. Angiografi koroner
  5. Pemeriksaan Laboratorium :
o   Darah lengkap
o   Enzim jantung
o   Kreatinin & BUN
o   Gas darah arteri

PENANGANAN (1 A)
Pendekatan terapi Shock Kardiogenik – IMA :
  1. Resusitasi Umum :
n  Monitoring irama jantung dan tekanan darah.
n  Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit dan asam-basa.
n  Perbaiki volume intravaskuler.
  1. Perbaiki Fungsi Sistolik :
n  Pemberian obat katekolamin.
n  Circulatory-support devices.
n  Restorasi aliran darah koroner
PENANGANAN (1 B)
Pendekatan terapi Shock Kardiogenik – IMA :
  1. Memaksimalkan Preload dan Afterload :
n  Pemberian cairan atau diuretik.
n  Obat vasodilatasi.
  1. Diagnosis dan penatalaksanaan disfungsi mekanis struktur intrakardiak : katup mitral, septum ventrikel dan dinding jantung .
PENANGANAN  (2)
TERAPI  FARMAKOLOGIK :
1.       Morfin sulfat ® Rasa nyeri
2.       Oksigen ® Sesak, Hipoksia & Rasa cemas
3.       SulfaT atropin ® Bradikardia
4.       Dopamin & Dobutamin ® u/ ­ Perfusi arterial & kontraktilitas
5.       Diuretik ® u/ Kongesti paru
6.       Nitrogliserin ® u/ Mengurangi oklusi akibat vasokonstriksi

PENANGANAN (3)
TERAPI MEKANIK :
  1.  INTRA  AORTIC  BALLON  PUMP (IABP)
  2. ANGIOPLASTI KORONER LANGSUNG
  3. BEDAH PINTAS ARTERI KORONER

KOMPLIKASI
SYOK KARDIOGENIK
a.       KARDIOPULMONARY ARREST
b.      DISRITMIA
c.       GAGAL MULTI SISTIM ORGAN
d.      SISA TROMBOEMBOLI
e.      STROKE
f.        KEMATIAN

PROGNOSIS
Pada Infark Miokard Akut:
                Prognosis shock kardiogenik secara umum sangat buruk meskipun insidennya telah menurun. Pada penderita shock akibat IMA, prognosis tergantung pada luasnya infark miokard. Mortalitas rata-rata dari berbagai pusat perawatan jantung sekitar 60-70%.

PROGNOSIS
                                Prognosis menurut pembgian “KILLIP” adalah sebagai berikut :
  1. Kelas I : Tidak ada kongesti paru atau vena. Mortalitas 0-5%.
  2. Kelas II : Gagal jantung kanan, kongesti hepar dan paru, gagal jantung kiri sedang, ronkhi pada basis paru. Mortalitas 10-20%.
  3. Kelas III : Gagal jantung berat, edema paru. Mortalitas 35-45%.
  4. Kelas IV : Shock, tekanan sistolik < 80-90 mmHg, sianosis perifer, gangguan mental, oliguri. Mortalitas 85-95%.


kardio 2 faisal RJP (RESUSITASI JANTUNG-PARU)


RJP (RESUSITASI JANTUNG-PARU)

RESUSITASI JANTUNG-PARU (RJP)
            Resusitasi Jantung-Paru (RJP) adalah suatu tindakan darurat, sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis.

RJP

MATI KLINIK                      MATI BIOLOGIK
(REVERSIBEL)                  4 - 6 Menit                   (IRREVERSIBEL)

PRINSIP RJP
            adalah mengalirkan darah yang mengandung oksigen ke organ vital terutama jantung dan otak.
                         
TEKNIS PELAKSANAAN RJP :
q  Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
q  Tanyakan kondisi untuk memastikan kesadaran dari korban atau pasien.
            Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban. Dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban dengan lembut untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak!!! / Bu!!! / Mas!!! / Mbak!!!
q  Pukulan Prekordial
            Dilaksanakan bila terjadi henti kardiosirkulasi pada monitor jantung, bila jantung tidak menjadi hipoksia lebih dari 30 detik dan bila bradikardia berat menjadi asitolik. Dalam keadaan ini pukulan denga tinju pada pertengahan sternum dari ketinggian 30 cm dapat menimbulkan aktivitas listrik yang menghasilkan kontraksi otot jantung.
q  Memanggil atau Meminta Pertolongan 
            Meminta pertolongan. Jika ternyata korban tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong!!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
q  Airway (Pembersihan Jalan Napas)
            Jika klien tidak sadar jalan napas harus dibersihkan. Jika klien tidur terlentang aliran udara sebagian atau secara total dapat tertutup sebab lidah jatuh ke belakang sepanjang rahang bawah.
q  Airway (Pembersihan Jalan Napas)
            Cara mengangkat dagu adalah dengan menekan kepala untuk membuka jalan napas. Salah satu tangan mengangkat dagu, sedangkan tangan yang lain diletakkan pada garis rambut. Pengangkatan dagu akan menarik rahang bawah ke depan, dan pada saat yang sama kepala hiperekstensi dan mulut terbuka oleh tangan yang lain. Perhatikan apakah ada hembusan napas yang keluar dari mulut dan hidung mengenai pipi sambil memperhatikan adanya pergerakan pernapasan.
            Jika membersihkan jalan napas dan pertukaran udara ternyata tidak efektif maka penghilangan sumbatan jalan naps harus segera dilakukan dengan segera. Untuk iti diperlukan Gerakan Esmarch untuk membuka mulut .
            Pembersihan jalan napas ini juga dilakukan untuk mencegah aspirasi benda asing (bolus). Obstruksi karena bolus dapat terjadi tiba-tiba pada saat makan. Asfiksia segera timbul yang diikuti oleh gangguan kesadaran dan akan disertai henti jantung dalam beberapa menit
Jika jalan napas mengalami obstruksi total, klien akan mengap-mengap dan menggenggam lehernya dalam keadaan panik dan tak bernapas atau berbicara. Penyumbatan karena benda asing biasanya terjadi pada bagian hipofaring di bawah laring. Cara  Manuver Heimlich (penekanan perut) dapat dilakukan, yang dapat diulang sampai bolus tersebut keluar.
q  Breathing (Ventilasi/Oksigenasi)      
  1. Ventilasi Mulut ke Hidung
Tangan penolong diletakkan sejajar dengan garis batas rambut dan di bawah dagu, kepala hiperekstensi dan menarik rahang bawah ke depan dan mulut tertutup, pada klien tidak sadar posisi antara bibir bawah dan dagu digunakan untuk menutup mulut.
  1. Ventilasi Mulut ke Mulut
Napas bantuan dari mulut ke mulut hanya dikerjakan bila ada sumbatan jalan napas di hidung. Posisi ibu jari tidak terletak antara bibir bawah dan dagu tetapi langsung pada puncak dagu; mulut dibuka selebar jari tangan dan tangan yang lain diletakkan pada batas rambut, ibu jari serta jari telunjuk menekan lubang hidung hingga tertutup.
Prinsip Breathing; Lihat, Dengar & Rasakan
  1. Ventilasi dengan Teknik Kantong & Masker
      Penatalaksanaan teknik ventilasi dengan menggunakan teknik kantong (amboebag) dan masker memiliki prinsip yang sama dengan metode ventilasi mulut ke hidung. Pertama, melakukan kepatenan jalan napas dengan melakukan manuver chin lift. Berikan bantuan napas 12 kali per menit.
CIRCULATION
q  PERIKSA TANDA-TANDA SIRKULASI
q  RABA NADI KAROTIS / FEMORALIS

A.       Jika ada tanda sirkulasi
q  Lanjutkan napas buatan à sampai pasien bisa napas spontan.
q  Tiap menit periksa kembali tanda-tanda sirkulasi (10 detik).
q  Jika bernapas tapi tidak sadar è “RECOVERY POSITION”
B.       Jika tidak ada tanda sirkulasi è HENTI JANTUNG.
q  Segera pijat jantung.
q  Lokasi pijatan :
a.      2 jari proksimal processus Xhypoideus.
b.      ½ bagian bawah sternum.

Teknik pijat jantung
q  Letakkan satu tangan pada titik tekan, tangan lain di atas punggung tangan pertama.
q  Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum.
q  Tekan ke bawah 4 – 5 cm pada orang dewasa.
q  Kompresi secara ritmik & teratur 80-100 kali/menit (2 pijatan/detik).
q  Rasio pijat dan lepas = 1 : 1.
q  Rasio pijat dan napas buatan :
Ø  30 : 2

Resusitasi Jantung-Paru dihentikan Jika:
q  Ada tanda-tanda kehidupan.
q  Fungsi jantung tidak dapat dipulihkan kembali
q  Bantuan yang lebih mampu datang.
q  Penolong kelelahan.